Semua bisnis termasuk yang
menggunakan sistem MLM dalam literatur syari’ah Islam pada dasarnya termasuk kategori
mu’amalat yang dibahas dalam bab Al-Buyu’ (Jual-beli) yang hukum asalnya dari aspek hukum
jual-belinya secara prinsip boleh berdasarkan kaidah fiqih sebagaimana
dikemukakan oleh Ibnul Qayyim Al-Jauziyah “Pada dasarnya semua ibadah hukumnya
haram kecuali kalau ada dalil yang memerintahkannya, sedangkan asal dari hukum
transaksi dan mu’amalah adalah halal kecuali kalau ada dalil yang melarangnya”.
(Lihat I’lamul Muwaqi’in 1/344).
Hal itu tentunya selama
bisnis yang dilakukan memenuhi unsur syariah yaitu bebas dari unsur-unsur haram
diantaranya; Riba (Transaksi Keuangan Berbasis Bunga); Dari Abdullah bin Mas’ud
ra. berkata : “Rasulullah shalallahu ‘alahi wasallam bersabda: “Riba itu
memiliki tujuh puluh tiga pintu yang paling ringan adalah semacam dosa
seseorang yang berzina dengan ibunya sendiri” (HR. Ahmad 15/69/230, lihat
Shahihul Jami 3375) Gharar (Kontrak yang tidak Lengkap dan Jelas); Dari Abu
Hurairah ra. berkata : “Rasulullah shalallahu ‘alahi wasallam melarang jual
beli gharar”. (HR. Muslim)Penipuan (Tadlis/Ghisy); Dari Abu Hurairah ra.
berkata: “Rasulullah shalallahu ‘alahi wasallam melewati seseorang yang menjual
makanan, maka beliau memasukkan tangannya pada makanan tersebut, ternyata
beliau tertipu. Maka beliau bersabda: “Bukan termasuk golongan kami orang
yang menipu”. (HR. Muslim 1/99/102, Abu Dawud 3435, Ibnu Majah 2224)Perjudian
(Maysir atau Transaksi Spekulatif Tinggi yang tidak terkait dengan
Produktifitas Riil); Firman Allah Ta’ala: “Hai orang-orang beriman,
sesungguhnya meminum khamr, berjudi, berkorban untuk berhala, mengundi nasib,
adalah perbuatan syaithan maka jauhilah.” (QS. Al-Maidah: 90) Kedhaliman
dan Eksploitatif (Dzulm). Firman Allah: “Wahai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil…” (QS.
An-Nisaa:29) Barang/Jasa yang dijual adalah berunsur atau mengandung hal yang
haram.
Dari Ibnu
‘Abbas ra. berkata :”Rasulullah shalallahu ‘alahi wasallam bersabda:
“Sesungguhnya Allah apabila mengharamkan atas suatu kaum untuk memakan sesuatu,
maka Dia pasti mengharamkan harganya”. (HR. Abu Dawud dan Baihaqi dengan sanad
shahih) (Lihat Majmu’ Fatawa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Zadul Ma’ad Imam
Ibnul Qayyim 5/746, Al-Burnu, Al-Wajiz fi Idhah Qawa’id Al-Fiqh, hal. 191, 197,
Asy-Syaukani, Irsyadul Fuhul, hal. 286, As-Suyuthi, Al-Asybah wan Nadzair,
hal.60).Allah SWT. berfirman: “Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan
riba” (QS.Al-Baaqarah:275), “Tolong menolonglah atas kebaikan dan taqwa dan
jangan tolong menolong atas dosa dan permusuhan.” (QS.Al-Maidah:2) Sabda
Rasulullah saw: “Perdagangan itu atas dasar sama-sama ridha.” (HR.al-Baihaqi
dan Ibnu Majah), “Umat Islam terikat dengan persyaratan yang mereka buka.”
(HR.Ahmad, Abu Dawud, Hakim).
Persoalan
bisnis MLM yang ditanyakan mengenai status hukum halal-haram maupun status
syubhatnya tidak bisa dipukul rata. Tidak dapat ditentukan oleh masuk tidaknya
perusahaan itu dalam keanggotaan APLI (Asosiasi Penjual Langsung Indonesia)
termasuk oleh klaim sepihak sebagai Perusahaan MLM Syari’ah karena harus ada
penjamin syariah dan bukti atau sertifikat syariah atau kehalalannya yang dapat
diperftanggungjawabkan seperti dari MUI, melainkan tergantung sejauh mana dalam
praktek manajemen, sistem marketing, kegiatan operasionalnya serta barang/jasa yang
dijualnya setelah melalui kajian dan penelitian sesuai syariah.
Menurut
catatan APLI, saat ini terdapat lebih dari 200-an perusahaan yang menggunakan
sistem MLM dan masing-masing memiliki karakteristik, spesifikasi, pola, sistem
dan model tersendiri yang menjadi dasar secara individual perusahaan MLM itu
dinilai halal atau haram. Sejak masuk ke Indonesia pada sekitar tahun 80-an,
jaringan bisnis Penjualan Langsung (Direct Selling) MLM, terus marak dan subur
menjamur dan bertambah merebak lagi setelah adanya badai krisis moneter dan
ekonomi. Pemain yang terjun di dunia MLM yang memanfaatkan momentum dan situasi
krisis untuk menawarakan solusi bisnis pemain asing maupun lokal. Yang sering
disebut masyarakat diantaranya CNI, Amway, Avon, Tupperware, Sun Chlorella,
DXN, Propolis Gold, Kamyabi-Net, Persada Network, termasuk yang Saudara
tanyakan Tianshi bahkan juga yang berkedok MLM padahal bisnis money game
(penggandaan uang) yang akhirnya bangkrut seperti Gee Cosmos.
Hal itu
menunjukkan bahwa bisnis MLM banyak diminati banyak kalangan diantaranya
mengingat jumlah populasi penduduk Indonesia yang sangat besar mencapai 200
juta jiwa. Bayangkan kalau rata-rata minimal belanja perbulan Rp 10 ribu per
jiwa, akan terjadi transaksi dan perputaran uang sejumlah Rp.2 trilyun
perbulan. Bisnis MLM ini dalam kajian fiqih kontemporer dapat ditinjau dari dua
aspek; produk barang atau jasa yang dijual dan cara ataupun sistem penjualan
dan pemasarannya (trading/marketing). Mengenai produk barang yang dijual,
apakah halal atau haram tergantung kandungannya apakah terdapat unsur maupun
komposisi yang diharamkan secara syariah ataukah tidak, demikian halnya jasa
yang dijual. Sebagai contoh adakah di dalamnya terkandung unsur babi, khamr,
bangkai, darah, pornografi dan pornoaksi, kemaksiatan, perjudian. Lebih
mudahnya sebagian produk barang dapat dirujuk pada sertivikasi halal dari
LP-POM MUI, maupun sertifikat dari Lembaga Sertifikasi Halal dari Negara Lain
yang diakreditasi oleh LP-POM MUI seperti The Islamic Food and Nutrition of
America (IFANCA), meskipun produk yang belum disertivikasi halal memang belum
tentu haram tergantung pada kandungannya.
Perusahaan
yang menjalankan bisnisnya dengan sistem MLM tidak hanya sekedar menjalankan
penjualan produk barang tetapi juga produk jasa yaitu jasa marketing yang
berlevel-level (bertingkat-tingkat) dengan imbalan berupa marketing fee, bonus
dan sebagainya tergantung level, prestasi penjualan dan status keanggotaan
distributor. Jasa perantara penjualan ini (makelar) dalam terminologi fiqih
disebut “Samsarah/simsar” ialah perantara perdagangan (orang yang menjualkan
barang atau mencarikan pembeli) atau perantara antara penjual dan pembeli untuk
memudahkan jual beli. (Sayyid Sabiq, Fiqh As-Sunnah, vol. III/159)
Kemunculan
trend strategi pemasaran di dunia bisnis modern berupa multi level marketing
memang sangat menguntungkan pengusaha dengan adanya penghematan biaya
(minimizing cots) dalam iklan, promosi dan lainnya. Pekerjaan
samsarah/simsar berupa makelar, distributor, agen dan sebagainya dalam fiqih
Islam adalah termasuk akad ijarah, yaitu suatu transaksi memanfaatkan jasa
orang dengan imbalan. Pada dasarnya, para ulama seperti
Ibnu ‘Abbas, Imam Bukhari, Ibnu Sirin, ‘Atha, Ibrahim, memandang boleh jasa
ini. (Fiqh As-Sunnah, III/159). Namun untuk sahnya pekerjaan makelar ini harus
memenuhi beberapa syarat disamping persyaratan diatas, antara lain sebagai
berikut: 1. Perjanjian jelas kedua belah pihak (QS. An-Nisa: 29) 2. Obyek akad
bisa diketahui manfaatnya secara nyata dan dapat diserahkan. 3. Obyek akad
bukan hal-hal yang maksiat atau haram. Distributor dan perusahaan harus jujur,
ikhlas, transparan, tidak menipu dan tidak menjalankan bisnis yang haram dan
syubhat (yang tidak jelas halal/haramnya). Distributor dalam hal ini berhak
menerima imbalan setelah berhasil memenuhi akadnya, sedangkan pihak perusahaan
yang menggunakan jasa marketing harus segera memberikan imbalan para
distributor dan tidak boleh menghanguskan atau menghilangkannya. (QS. Al-A’raf:
85), sesuai dengan hadits Nabi: “Berilah para pekerja itu upahnya sebelum
kering keringatnya.” (HR. Ibnu Majah, Abu Ya’la dan Tabrani). Tiga orang yang
menjadi musuh Rasulullah di hari Qiyamat diantaranya “seseorang yang memakai
jasa orang, kemudian menunaikan tugas pekerjaannya tetapi orang itu tidak
menepati pembayaran upahnya.” (HR. Bukhari).
Jumlah upah atau imbalan jasa yang harus diberikan kepada makelar atau distributor adalah menurut perjanjian, sesuai dengan firman Allah: “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad (perjanjian-perjanjian) itu.” (QS. Al-Maidah:1) dan juga hadits Nabi: “orang-orang Islam itu terikat dengan perjanjian-perjanjian mereka.” (HR.Ahmad, Abu Dawud, Hakim dari Abu Hurairah). Bila terdapat unsur dzulm (kezaliman) dalam pemenuhan hak dan kewajiban, seperti seseorang yang belum mendapatkan target dalam batas waktu tertentu maka ia tidak mendapat imbalan yang sesuai dengan kerja yang telah ia lakukan maka bisnis MLM tersebut tidak benar. Dalam menjalankan bisnis dengan sistem MLM perlu mewaspadai dampak negatif psikologis yang mungkin timbul sehingga membahayakan kepribadian diantaranya: obsesi yang berlebihan untuk mencapai target penjualan tertentu karena terpacu oleh sistem ini, suasana tidak kondusif yang kadang mengarah pada pola hidup hedonis ketika mengadakan acara rapat dan pertemuan bisnis, banyak yang keluar dari tugas dan pekerjaan tetapnya karena terobsesi akan mendapat harta yang banyak dengan waktu singkat, sistem ini akan memperlakukan seseorang (mitranya) berdasarkan target-target penjualan kuantitatif material yang mereka capai yang pada akhirnya dapat mengkndisikan seseorang berjiwa materialis dan melupakan tujuan asasinya untuk dekat kepada Allah didunia dan akherat. (QS. Al-Qashash: 77 dan Al-Muthaffifin: 26).
Jumlah upah atau imbalan jasa yang harus diberikan kepada makelar atau distributor adalah menurut perjanjian, sesuai dengan firman Allah: “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad (perjanjian-perjanjian) itu.” (QS. Al-Maidah:1) dan juga hadits Nabi: “orang-orang Islam itu terikat dengan perjanjian-perjanjian mereka.” (HR.Ahmad, Abu Dawud, Hakim dari Abu Hurairah). Bila terdapat unsur dzulm (kezaliman) dalam pemenuhan hak dan kewajiban, seperti seseorang yang belum mendapatkan target dalam batas waktu tertentu maka ia tidak mendapat imbalan yang sesuai dengan kerja yang telah ia lakukan maka bisnis MLM tersebut tidak benar. Dalam menjalankan bisnis dengan sistem MLM perlu mewaspadai dampak negatif psikologis yang mungkin timbul sehingga membahayakan kepribadian diantaranya: obsesi yang berlebihan untuk mencapai target penjualan tertentu karena terpacu oleh sistem ini, suasana tidak kondusif yang kadang mengarah pada pola hidup hedonis ketika mengadakan acara rapat dan pertemuan bisnis, banyak yang keluar dari tugas dan pekerjaan tetapnya karena terobsesi akan mendapat harta yang banyak dengan waktu singkat, sistem ini akan memperlakukan seseorang (mitranya) berdasarkan target-target penjualan kuantitatif material yang mereka capai yang pada akhirnya dapat mengkndisikan seseorang berjiwa materialis dan melupakan tujuan asasinya untuk dekat kepada Allah didunia dan akherat. (QS. Al-Qashash: 77 dan Al-Muthaffifin: 26).
IFANCA
telah mengeluarkan edaran tentang produk MLM halal dan dibenarkan oleh agama.
Dalam edarannya IFANCA mengingatkan umat Islam untuk meneliti dahulu kehalalan
suatu bisnis MLM sebelum bergabung ataupun menggunakannya yaitu dengan mengkaji
aspek:Marketing Plan-nya, apakah ada unssur skema piramida atau tidak.
Kalau ada
unsur piamida yaitu distributor yang lebih duluan masuk selalu diuntungkan
dengan mengurangi hak distributor belakangan sehingga merugikan down line
dibawahnya, maka hukumnya haram.Apakah perusahaan MLM, memiliki track record
positif dan baik ataukah tiba-tiba muncul dan misterius, apalagi yang banyak
kontriversinya. Apakah produknya mengandung zat-zat haram ataukah tidak, dan
apakah produknya memiliki jaminan untuk dikembalikan atau tidak.Apabila
perusahaan lebih menekankan aspek targeting penghimpunan dana dan menganggap
bahwa produk tidak penting ataupun hanya sebagai kedok atau kamuflase, apalagi
uang pendaftarannya cukup besar nilainya, maka patut dicurigai sebagai arisan
berantai (money game) yang menyerupai judi. Apakah perusahaan MLM menjanjikan
kaya mendadak tanpa bekerja ataukah tidak demikian.
Selain
kriteria penilaian di atas perlu diperhatikan pula hal-hal berikut: Transparansi
penjualan dan pembagian bonus serta komisis penjualan, disamping pembukuan yang
menyangkut perpajakan dan perkembangan networking atau jaringan dan level,
melalui laporan otomatis secara periodik. Penegasan niat dan tujuan bisnis MLM
sebagai sarana penjualan langsung produk barang ataupun jasa yang bermanfaat,
dan bukan permainan uang (money game). Meyakinkan
kehalalan produk yang menjadi objek transaksi riil (underlying transaction) dan
tidak mendorong kepada kehidupan boros, hedonis, dan membahayakan eksistensi
produk domestik terutama MLM produk asing. Tidak adanya excessive mark up
(ghubn fakhisy) atas harga produk yang dijeluabelikan di atas covering biaya
promosi dan marketing konvensional. Harga barang dan
bonus (komisi) penjualan diketahui secara jelas sejak awal dan dipastikan
kebenarannya saat transaksi. Tidak adanya eksploitasi pada jenjang manapun
antar distributor aataupun antara produsen dan distributor, terutama dalam
pembagian bonus yang merupakan cerminan hasil usaha masing-masing anggota.
Mengenai
beberapa bisnis yang memakai sistem MLM atau hanya berkedok MLM yang masih
meragukan (syubhat) ataupun yang sudah jelas ketahuan tidak sehatnya bisnis
tersebut baik dari segi kehalalan produknya, sistem marketing fee, legalitas
formal, pertanggung jawaban, tidak terbebasnya dari unsur-unsur haram seperti;
riba (permainan bunga ataupun penggandaan uang), dzulm dan ghoror (merugikan
nasabah dengan money game), maysir (perjudian), seperti kasus New Era 21, BMA,
Solusi Centre, PT BUS (Republika, 25/7/1999, Adil, No.42 21-27 Juli 1999)
sebaiknya ditinggalkan mengingat pesan Rasulullah saw: “Janganlah kalian
membuat bahaya pada diri sendiri dan orang lain.” (HR. Ibnu Majah dan
Daruquthni), “Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas dan
diantara keduanya ada hal-hal yang syubhat di mana sebagian besar manusia tidak
tahu. Barangsiapa menjaga dari syubhat maka telah menjaga agama dan
kehormatannya dan barangsiapa yang jatuh pada syubhat berarti telah jatuh pada
yang haram.” (HR. Bukhari dan Muslim). Dan sebagaimana pesan Ali bin Abi Thalib
ra.: “Tinggalkanlah sesuatu yang meragukan untuk melakukan pada sesuatu yang
tidak meragukan.” HR Tirmidzi dan Nasai).
Untuk
lebih memudahkan dalam mengetahui status kehalalan atau kesyariahan perusahaan
MLM, dapat diketahui bahwa sampai posisi sekarang ini (Oktober 2008),
perusahaan yang telah terdaftar sebagai MLM syariah dan mendapatkan sertifikat
bisnis syariah dari Dewan Syariah Nasional MUI sekaligus mendapatkan jaminan
kesesuaian syariah dalam produk dan kegiatan operasional bisnisnya dari MUI
yang diwajibkan memiliki Dewan Pengawas Syariah baru tiga perusahaan, yaitu; 1.
PT Ahad-Net Internasional, 2. PT Usahajaya Ficooprasional (UFO), 3. PT Exer
Indonesia.Selain itu perlu kiranya dicermati beberapa isu syariah pada bisinis
MLM diantaranya sebagaimana yang disoroti oleh MUI DKI dalam Fiqh Indonesia
Himpunan Fatwa MUI DKI Jakarta (hal: 288) adalah; Barang-barang yang
diperjualbelikan dalam sistem MLM menggunakan harga yang jauh lebih tinggi dari
harga wajar, maka hukumnya haram karena secara tidak langsung pihak perusahaan
telah menambahkan harga yang dibebankan kepada pihak pembeli sebagi sharing
modal dalam akad syirkah (kemitraan) mengingat pembeli sekaligus akan menjadi
member perusahaan yang apabila ia ikut memasarkan akan mendapat keuntungan
estafet. Dengan demikian praktek perdagangan MLM juga mengandung unsur
kesamaran atau penipuan karena terjadi kekaburan antara akad jual beli, syirkah
dan mudharabah, karena pihak pembeli sesudah menjadi member juga berfungsi
sebagai pekerja yang memasarkan produk perusahaan kepada calon pembeli atau
member baru.
Selain itu, jika calon
anggota mendaftar ke perusahaan MLM dengan membayar uang tertentu, dengan
ketentuan dia harus membeli produk perusahaan baik untuk dijual lagi atau tidak
dengan ketentuan yang telah ditetapkan untuk bisa mendapatkan point atau bonus.
Dan apabila tidak bisa mencapai target tersebut maka keanggotaannya akan
dicabut dan uangnya pun hangus. Skema seperti ini diharamkan karena mengandung
unsur gharar yang sangat jelas dan kedzaliman terhadap anggota.
Jika calon anggota
mendaftar dengan membayar uang tertentu, tapi tidak ada keharusan untuk membeli
atau menjual produk perusahaan, dia hanya berkewajiban mencari anggota baru
dengan cara seperti diatas, yakni membayar uang pendaftaran. Semakin banyak
anggota maka akan semakin banyak bonusnya. Ini merupakan salah satu transkasi
berbasis riba karena menaruh uang diperusahaan tersebut kemudian mendapatkan
hasil yang lebih banyak semacam money game. Sebagaimana kasus
perusahaan MLM yang melakukan kegiatan menjaring dana dari masyarakat untuk
menanamkan modal disitu dengan janji akan diberikan bunga dan bonus dari
modalnya dengan memutarnya diantaranya pada investasi ribawi seperti deposito
perbankan konvenisonal. Ini jelas hukumnya haram karena mengandung unsur riba. Wallahu A'lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar