Selasa, 04 Juni 2013

Optimalisasi peran bank syariah dalam pembiayaan proyek pemerintah

PERAN BANK ISLAM SEBAGAI SOLUSI DALAM MENINGKATKAN KINERJA PEMERINTAH
Diajukan Untuk Paper Forum Riset Perbankan Syari’ah
26-27 Juni 2013
Di Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin




ARY SUGMA PRATAMA
INTERNATIONAL PROGRAM for ISLAMIC ECONOMICS AND FINANCE

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Penelitian
            Keberadaan Perbankan Syari’ah pada saat ini umunya telah dirasakan oleh sebahagian besar ummat di Indonesia. Pada dasarnya praktek ekonomi yang masih terjadi hingga saat ini baik pada praktisi maupun akademisi masih lebih banyak menggunakan konsep ekonomi sekuler. Ekonomi sekuler memang sudah ada pada ratusan tahun yang lalu dan sampai sekarang masih digunakan sebagai pusat kegiatan ekonomi Dunia dan bukan hanya digunakan oleh ummat non-Islam, bahkan ummat Islam sendiri masih banyak melakukan hal tersebut sebagai kegiatan ekonomi sehari-hari. Salah satu teori ekonomi sekuler yang paling terkenal adalah Adam Smith yang mengacu terhadap karakter individualis, berarti jika karekter tersebut diadopsi oleh penggerak utama perekonomian negara dan pemerintah, maka nilai-nilai sosial bisa semakin hilang.
Sistem kapitalis yang dilakukan oleh Adam Smith sebenarnya memiliki beberapa dampak negatif, seperti lebih menuju terhadap kekuatan yang tidak terkendali dan sistem pereknomian terhadap negara tersebut tertumpu pada beberapa investor asing saja dan terbentuk sistem perbedaan antara yang hidupnya layak (kaya) dan hidupnya tidak layak (miskin). Teori Islam dalam pelaksanaan ekonomi termasuk pada ekonomi syari’ah juga sudah lama tidak diterapkan karena beberapa praktisi menganggap bahwa penggunaan aplikasi ekonomi Islam tidak modern sesuai dengan keadaan kontekstual sekarang. Padahal jika melihat kepada sejarah bahwa larangan riba dan pembayaran zakat dalam Islam telah memberikan pengaruh yang besar terhadapa perkembangan teori uang dan keuangan pada suatu negara.
Bahkan teori ekonomi Islam lebih besar pengaruhnya terhadap keuangan dunia pada umumnya, karena setiap individu diberikan kebebasan terhadap apa yang mereka ingin lakukan selagi masih berpedoman terhadap ajaran dan tidak menyalahi dari syari’at Islam sesungguhnya. Perbankan Syari’ah merupakan salah satu lembaga dari sekian banyak lembaga keuangan yang memiliki dampak positif terhadap masyarakat dan menambah nilai potensi perekonomian dunia pada umumnya dan tidak terkecuali bagi Indonesia. Jika melihat dari sejarah perkembangan bank syari’ah di Indonesia memang masih tergolong sangat baru di industri perbankan. Perbankan syari’ah di Indonesia pertama terbentuk pada 1 Mei 1992 yang dipelopori oleh Bank Muamalat Indonesia dengan dana Rp 106.126.382.000.
Setelah beroperasi selama beberapa tahun, dampak yang ditimbulkan oleh masyarakat Indonesia terhadap BMI tidak terlalu besar, karena masih kurangnya perhatian yang diberikan oleh pemerintah atas terbentuknya perbankan tersebut. Sementara masyarakat juga masih banyak yang menabung dan lebih percaya terhadap bank umum karena mudahnya transaksi yang dilakukan, nilai suku bunga setiap bulan yang selalu tinggi, dan batas maksimal transaksi per-hari yang sangat tinggi. Sedangkan apabila masyarakat menabung uang di perbankan syari’ah tidak mendapatkan suku bunga, karena sistem perbankan syari’ah melarang akan transaksi tersebut. Batas maksimal per-hari untuk transaksi pada bank syari’ah sangat terbatas, sementara masyarakat ingin terus bertransaksi kapanpun tanpa ada batasan. Setelah beberapa tahun perbankan syari’ah beroperasi di Indonesia, ternyata pemerintah memberikan respon positif sehingga pada tahun 1998 pemerintah secara serius memberikan Undang-undang resmi terhadap sistem operasional secara keseluruhan terhadap perbankan syari’ah. Tentunya hal ini mendapat banyak respon dari berbagai pihak seperti praktisi perbankan, ulama di Indonesia, serta masyarakat. Perbankan syari’ah pada dasarnya sudah dilaksanakan sejak zaman Rasulullah Muhammad S.A.W terhadap kaum Muslimin dan kepada para sahabatnya dalam kehidupan sehari-hari.

Rasulullah juga mendapat gelar Al-amin yaitu dipercaya oleh masyarakat di Mekkah, karena beliau melakukan berbagai transaksi seperti menerima titipan harta yang dilakukan oleh sahabat beliau Zubair bin Al-Awwam R.A. Dalam konsep penitipan ini, harta yang dititipkan dari sahabat kepada beliau tidak diperkenankan untuk digunakan hartanya. Dalam kisah lainnya juga pernah sahabat beliau Abdullah bin Zubair R.A mengirimkan uang kepada adiknya Mis’ab bin Zubair R.A yang berada di Irak, inilah cikal bakal transfer. Jika melihat dari sejarah Islam, transaksi perbankan syari’ah sudah terjadi pada masa pemerintahan Rasulullah S.A.W. Akan tetapi, karena perubahan dan perkembangan zaman, perbankan syari’ah sempat menghilang karena timbul praktisi perbankan dalam bidangnya pada perbankan konvensional. Perbankan konvensional adalah buah dari pemikiran ekonomi barat seperti Adam Smith (1723-1790), John Keynes (1883-1946), David Richardo (1772-1823) dan sebagainya.
Dengan beberapa teori dan ide dari mereka (Bapak Ekonomi Dunia), bisa kita bandingkan bahwa perbankan syari’ah menjadi sebuah solusi terbaik dalam mengatasi masalah-masalah ekonomi yang terjadi di dunia. Seperti Krisis perbankan yang terjadi di Amerika Serikat, sehingga Indonesia dan beberapa negara Asia terkena dampaknya pada tahun 1997-1998. Akan tetapi perbankan syari’ah pada saat terjadinya krisis tidak terkena dampak yang signifikan seperti yang terjadi pada perbankan konvensional lainnya. Sampai saat ini, tingkat kepercayaan tehadap masyarakat di Indonesia terhadapa perbankan syari’ah masih sangat rendah. Jika dilihat dari data statistik dalam jumlah masyarakat Indonesia yang mencapai 250 juta lebih, tingkat perkembangan perbankan syari’ah di Indonesia hanya mencapai 5-6 %. Berarti dari data statistik yang ada bahwa tingkat kepercayaan masyarakat Indonesia terhadap bank syari’ah masih sangat rendah dan jauh dari harapan. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap perbankan syari’ah yang ada di Indonesia.
Seperti masih minimnya perhatian pemerintah terhadap perbankan syariah, oleh sebab itu perbankan juga belum bisa memberikan promosi dan ekspansi mengenai produk mereka yang tersedia kepada masyarakat Indonesia. Apalagi ekspansi kebeberapa daerah yang terpencil sebab Indonesia memiliki banyak pulau-pulau kecil yang tidak bisa dijangkau dengan darat. Oleh karena itu tingkat pertumbuhan perbankan syari’ah di Indonesia masih sangat kecil. Pada saat sekarang juga perbankan konvensional pada umumnya sudah banyak yang berekspansi dan melihat potensi besar yang ada pada perbankan syari’ah. Keberadaan perbankan Syari’ah dalam sistem perbankan Indonesia sebenarnya telah dikembangkan semenjak tahun 1992, menyusul dengan diberlakukkannya Undang-undang perbankan no. 7 tahun 1992.
Kemudian juga ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah tahun 1992 tentang istilah terhadap Bank berdasarkan prinsip bagi hasil sebagai dasar operasionalnya. Penyebab dalam perkembangan lembaga keuangan syari’ah di Indonesia tidak begitu gencar dibandingkan dengan perkembangan lembaga keuangan umum lainnya karena melihat dari pandangan bahwa berbisnis dengan menggunakan jasa pada perbankan konvensional lebih memberikan keuntungan yang besar, karena bunga yang diberikan juga tinggi, walaupun dalam hal tersebut menggunakan unsur riba. Terkadang bank syari’ah tidak memiliki daya saing yang kuat saat berhadapan dengan bank konvensional. Dalam pandangan yang lain juga masih banyak masyarakat berpendapat bahwa sistem yang diadopsi oleh perbankan syari’ah masih jauh dari penetapan unsur Islami yang nyata secara murni. Padahal dalam konteks yang nyata, perbankan syari’ah sudah menganut unsur murni secara Islami jika masyarakat melihat secara detail dengan sistem yang dilaksanakan, seperti profit loss sharing.


Jika dalam perbankan konvensional terdapat suatu hal yang membuat nasabah rugi dan bangkrut dalam menjalankan usaha/ bisnisnya, maka dalam hal tersebut kerugian yang disebabkan oleh nasabah atau pihak ketiga tidak akan ditanggung oleh bank sebagai penjamin dana. Sebaliknya jika dalam perbankan syari’ah terdapat suatu hal yang membuat nasabahnya bangkrut, maka kerugian yang disebabkan oleh nasabah akan ditanggung secara adil dan sesuai dengan kesepakatan kedua pihak bahwa keuntungan dan kerugian yang ada akan dibagi secara merata tanpa terdapat pihak yang merasa dirugikan sepenuhnya.











B. Rumusan Masalah
            Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalahnya adalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana pengaruh perbankan syari’ah yang semakin pesat terhadap tingkat kepercayaan masyarakat untuk menabung di bank Islam?

C. Batasan Masalah
      Dari uraian latar belakang diatas, peneliti melakukan pembatasan masalah dengan tujuan pembahasan selanjutnya tidak mengalami perluasan. Adapun batasan masalah tersebut adalah:
1.      Penelitian ini hanya dilakukan pada Bank Muamalat Indonesia

D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian diatas adalah:
1.      Memberikan pengetahuan dan pemahaman bagi peneliti tentang sistem yang terdapat pada bank syari’ah, pengaruh terhadap masyarakat dan prospek kedepannya yang masih dilaksanakan oleh bank syari’ah.
2.      Memberikan masukan berupa informasi dan juga saran terhadap pihak-pihak praktisi yang berkompeten pada perbankan syari’ah, dan masyarakat umum dalam hal sistem yang dilakukan oleh perbankan syari’ah sehingga masyarakat semakin banyak menabung di bank syari’ah.

E. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
a.       Mengetahui apakah tingkat bagi hasil pada perbankan syari’ah berpengaruh terhadap nilai aset yang ada.















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.    Landasan Teori
1.      Pengertian Bank
Sejarah pada awal munculnya perbankan bermula pada bentuknya sebagai usaha tukar-menukar uang dan seterusnya berkembang untuk menerima simpanan dan juga memberikan pinjaman pada nasabahnya, perantara dalam pembayaran hingga pada tahap sekarang yaitu menciptakan uang.
Dalam menyampaikan pengertian bank, terdapat dua pandangan. Secara bahasa (etimologi) dan istilah (terminologi). Secara bahasa, pengetian bank berasal dari bahasa Itali yakni banco yang berarti meja. Hal ini disebabkan bahwa kinerja bank pada umumnya berada diatas meja. Banco disempurnakan dengan bahasa Indonesia menjadi bank yang berarti badan usaha pada bidang keuangan yang berfungsi menarik dan mengeluarkan uang dalam lingkup masyarakat, dan yang lebih utama memberikan kredit jasa pada peredaran dan pembayaran uang.
Dalam pandangan Islam, perbankan syari’ah atau bank Islam adalah bank yang beroperasi secara luas dan tidak bergantung terhadap sistem bunga bank sehingga dapat terhindar dari gejolak moneter yang dapat membuat bangkrut kapanpun. Sementara pada pengertian lain bahwa perbankan syari’ah yaitu lembaga keuangan yang operasional dan produknya dikembangkan berdasarkan syari’at Islam yaitu Al-Qur’an dan Hadits Nabi S.A.W dan juga menggunakan kaedah-kaedah Fiqih berdasarkan tujuan dan kaedah-kaedah yang jelas, serta pengalokasi investasi dan sumber dana yang dikelola juga berdasarkan asas syari’at Islam.


Secara umum bank syari’ah memiliki tujuan utama agar mendorong dan mempercepat kemajuan ekonomi suatu bangsa dan masyarakat dengan melakukan aktifitas perbankan, komersil, dan investasi sesuai landasan hukum dan ketentuan dari beberapa sumber diatas.
B.     TUJUAN BANK ISLAM
Perkembangan ekonomi dalam suatu negara tidak terlepas dari perkembangan yang ada dari sektor perbankan dari negara yang bersangkutan. Karena jika perbankan dalam suatu negara tersebut maju berarti sumber pendanaan yang berjalan pada pembangunan jangka panjang (long term) cenderung stabil. Perbankan selalu mendukung terhadap kegiatan perekonomian melalui pembiayaan usaha yang dilakukan kepada masyarakat untuk dapat berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi nasional seperti kegiatan yang sangat besar perkembangannya sekarang disektor pembiayaan kecil pada lembaga keuangan mikro syari’ah. Oleh sebab itu bisa dikatakan bahwa perbankan memiliki peran yang sangat penting bagi perkembangan perekonomian suatu negara. Secara umum, bank memiliki tujuan untuk menyimpan dan menyalurkan uang, mencetak uang, sebagai pengumpul dana, penyaluran kredit baik jangka panjang maupun pendek, sebagai stabilitas moneter dan dinamisator pertumbuhan perekonomian. Sedangkan tujuan Bank Islam untuk melaksanakan kegiatan perbankan berdasarkan hukum yang telah ditetapkan oleh Al-Qur’an dan Hadits. Perbankan Islam juga bertujuan untuk membuat sejahtera kalangan masyarakat tanpa melihat agama dan bangsa, agar tetap berada dalam rotasi ketentuan norma yang ada terhadap ketentuan agama.


Dapat menjadi titik tumpu untuk mengurangi kesenjangan social dan meningkatkan kualitas dan kehidupan masyarakat khususnya dari kalangan menengah kebawah. Partisipasi masyarakat untuk perkembangan perbankan islam juga sangat dibutuhkan, sebab sebagian besar ummat masih enggan berhubungan dengan bank konvensional karena adanya anggapan bahwa bunga bank adalah riba. Oleh sebab itu kegiatan dan keikutsertaan masyarakat dalam mengenal lebih dekat tentang perbankan islam sangat dianjurkan.
C.    PRINSIP BANK ISLAM
Bila dalam perbankan umum konsep yang digunakan adalah bunga, berbeda dengan bank islam. Konsep yang digunakan untuk bertransaksi dalam perbankan islam adalah keuntungan dan kerugian dibagi sama rata tanpa membedakan kesalahan dari pihak manapun. Dalam hal kedudukan, pada bank umum nasabah sebagai debitur dan kreditur, sangat berbeda jika melihat pada perbankan islam bahwa nasabah sebagai mitra investor dan pedagang/ pengusaha.
1.      Prinsip Keadilan
Bank umum dengan system bunga memandang dan memberlakukan bahwa kekayaan yang dimiliki peminjam menjadi jaminan atas apa yang telah dia pinjam. Apabila terdapat kerugian pada rencana yang didanai dan dijalankan, maka kekayaan peminjam modal akan disita menjadi hak milik pemodal (bank). Sementara dalam bank islam bahwa kelayakan usaha ataupun proyek yang akan didanai itu menjadi jaminannya, sementara keuntungan dan kerugian yang disebabkan dari luar dugaan ditanggung secara bersama antara pihak pertama (peminjam) dan pihak kedua (pemberi pinjaman).


2.      Prinsip Merata
Bank Islam menempatkan nasabah penyimpan dana sebagai pengguna dana, maupun Bank dalam kedudukan yang sama derajatnya. Hal itu terlihat dari pada hak, kewajiban, resiko, dan keuntungan yang berimbang antara nasabah penyimpan dana maupun Bank. Dengan prinsip yang dibangun atas dasar sharing the profit and risk bahwa hal tersebut mensyaratkan adanya kemitraan secara bersama-sama.
3.      Prinsip Ketentraman
Tujuan dan aktifitas ekonomi dalam perspektif Islam harus dihubungkan dengan tujuan akhir yaitu pencapaian falah. Prinsip ini menggabungkan prinsip ekonomi dengan nilai moral secara langsung.
Menurut Dixon (1992) beberapa karakteristik diatas merupakan pembeda utama antara bank Islam dengan bank umum. Hal ini dapat diambil kesimpulan sebagai inti dari pernyataan Dixon berikut ini (Al-Mutawiifin, 2003:25):
the basic difference between Islamic and Western banks is that the former operate on an equity-based system in which a predetermined rate of return is not guaranteed, whilst in the latter case the system is based on interest financing. This fundamental difference stems from the Sharia’s prohibiton of riba (usury or interest) and gharar (uncertainty, risk or speculation).
Dengan mengetahui dan memahami karakteristik tersebut, maka kehadiran bank-bank Syari’ah diharapkan dapat melakukan proses transformasi (merubah) kehidupan social ekonomi masyarakat kearah kehidupan yang lebih baik, menjadi seimbang antara kebutuhan material dan spiritual, sehingga melahirkan ketentraman lahir dan bathin.



REFERENSI
Antonio, Muhammad Syafii. 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani.

Arifin Zainul. 2003. Dasar Dasar Manajemen Bank Syariah. Jakarta: AlvaBet.

Saeed, Abdullah. 2003. Bank Islam dan Bunga. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.

Sudarsono, Heri. 2008. Bank dan Lembaga Keungan Syariah Deskripsi dan Ilustrasi.Yogyakarta: EKONISIA.

Muhammad. 2007. Lembaga Keuangan Syariah. Yogyakarta: Graha Ilmu

Iska, Syukri. Sistem Perbankan Syari’ah di Indonesia. Yogyakarta: Fajar Media Press

Al-Mishri, Abdul Sami. 2006. Pilar-pilar Ekonomi Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar












Rabu, 27 Maret 2013

Pernikahan Beda Agama, Ulasan Hukum Islam & Hukum Negara


Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang majemuk, khususnya bila dilihat dari segi masyarakat etnis/ suku dan agama. Akibatnya, rakyat Indonesia hidup mereka terkena perbedaan dalam berbagai cara, mulai dari budaya, cara memandang kehidupan dan interaksi antar individu. Perhatian dari komponen pemerintah dan nasional lainnya adalah masalah hubungan antar-agama. Salah satu masalah dalam hubungan antara Pernikahan Muslim agama adalah masalah dengan non-Muslim, selanjutnya kita sebut sebagai "pernikahan beda agama''
Pernikahan adalah bagian dari pribadi manusia, seorang Muslim yang hidup di negara yang majemuk seperti ini hampir pasti sulit untuk menghindari kedekatan dan hubungan dengan orang-orang dari agama yang berbeda. Dalam posisi bunga pada pria atau wanita Muslim dengan orang-orang dari agama yang berbeda untuk dia atau sebaliknya, yang berujung pada pernikahan hampir pasti tak terelakkan. Dengan kata lain, masalah nikah beda agama akan hampir pasti terjadi di setiap masyarakat pluralistik.
Keadaan masyarakat Indonesia dalam masyarakat majemuk membuat masyarakat semakin besar dan beragam, hal ini telah mengakibatkan pergeseran nilai-nilai agama yang lebih dinamis daripada di masa lalu, seorang muslim dan muslim sekarang lebih bersedia untuk memilih pendamping hidup non-Muslim. Hal ini tentu saja dianggap oleh masyarakat kita yang mayoritas Muslim seperti menggeser menyalahkan atau nilai-nilai Islam yang ada. Tak jarang, ini sering menimbulkan gejolak dan reaksi yang kuat dalam masyarakat kita. Masalah ini disebabkan perbedaan pendapat antara keduanya, pro dan kontra, masing-masing pihak memiliki argumen rasional dan argumen logis berasal dari interpretasi mereka sendiri argumen Islam tentang pernikahan beda agama.
Pernikahan Agama perbedaan dalam hukum Islam
Masalah pernikahan berbeda agama sebenarnya dibagi menjadi 2 kasus keadaan, antara lain:
Case1: Pernikahan antara laki-laki non-Muslim dengan perempuan Muslim
Case2: Pernikahan antara pria Muslim dengan non-Muslim Wanita
Dalam kasus 1 kedua belah pihak sepakat untuk melarang pendeta pernikahan yang terjadi dalam keadaan seperti itu, seorang wanita Muslim adalah perkawinan tidak sah dan tidak sah jika seorang laki-laki menikah dengan non-Muslim Al-Qur'an menjelaskan secara surah Al-Baqarah 221 Dan tidak menikahi wanita perempuan penyembah berhala, sampai mereka percaya. Sesungguhnya seorang budak wanita percaya lebih baik daripada musyrik perempuan, meskipun ia menyenangkan Anda. Dan jangan menikahi orang musyrik (dengan beriman perempuan) sampai mereka percaya. Benar-benar budak percaya lebih baik daripada musyrik meskipun ia menyenangkan Anda. Mereka diundang ke neraka, sedangkan Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menjelaskan ayat-ayat-Nya (perintah-Nya) kepada umat manusia bahwa mereka dapat mengambil pelajaran. (QS. Al-Baqarah Ayat 221)

Sementara dalam kasus kedua. Seorang pria Muslim dilarang menikahi wanita non-Muslim kecuali juru tulis wanita itu, sebagaimana disebutkan dalam surat Al-Maidah ayat 5 Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik saja. Makanan (menyembelih) orang-orang yang telah diberi kitab adalah halal bagimu, dan makanan Anda juga halal bagi mereka. (Dan pernikahan yang sah) adalah wanita yang menjaga kehormatan di antara para wanita yang beriman dan wanita yang menjaga kehormatan di antara mereka yang menerima Kitab Suci sebelum Anda, jika Anda telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan pandangan perzinahan dan tidak (juga) membuat selir. Siapapun yang menolak iman (tidak menerima hukum Islam), kemudian menghapusnya dan perbuatannya di akhirat, termasuk mereka yang telah hilang. (Al-Maaidah Ayat 5)
Dalam surat Al-Baqarah ayat 221 terang jelas bahwa: Baik laki-laki dan perempuan memiliki larangan untuk menikah atau dinikahkan oleh seorang polytheis dan surat Al-Maidah di jelaskan lagi dengan seorang pria, harus menikah BUKU AHLI. Tapi ada beberapa pendapat bahwa juru tulis di sini bukanlah penganut Injil, atau hukum yang ada pada saat ini.Ahli buku yang dimaksud di sini adalah bahwa mereka yang bersyahadat Mengakui adanya ALLAH tetapi tidak mengakui keberadaan Muhammad.
Hukum pernikahan bervariasi menurut Agama Negara:
Pernikahan di Indonesia diatur oleh Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Di bawah hukum perkawinan didefinisikan sebagai ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami dan istri dalam rangka membangun keluarga atau rumah tangga. Bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa Oleh karena itu, dalam hukum yang sama menetapkan bahwa perkawinan adalah sah jika dilakukan menurut hukum masing-masing agama atau kepercayaan dan telah dicatat sesuai dengan hukum dan peraturan.
Pendapat bervariasi pada Agama Pernikahan:
Seorang profesor dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Prof Dr Muhammad Daud Ali (almarhum) menjelaskan dalam bukunya bahwa dengan Pernikahan "judul antarumat agama yang berbeda. Perkawinan antara orang-orang dari agama yang berbeda adalah penyimpangan dari pola umum dari perkawinan yang benar menurut hukum agama dan UU Perkawinan yang berlaku di tanah air kita. Untuk penyimpangan, meskipun kenyataan di masyarakat, belum tentu membuat aturan sendiri, tidak perlu dilindungi oleh negara. Memberikan perlindungan hukum kepada warga yang melakukan tindakan yang bertentangan dengan Pancasila sebagai cita-cita bangsa dan aturan hukum dan negara dasar hukum agama yang berlaku di Indonesia, menurut pendapat saya selain tidak konstitusional, juga tidak legal.


Prof HM Rasjidi, menteri agama pertama Indonesia, dalam sebuah artikel di The Eternal Harian 20 edisi Agustus 1973, menyoroti RUU tajam bahwa perkawinan dalam pasal 10 ayat (2) menyatakan: "Perbedaan karena kebangsaan, suku, bangsa, negara asal, tempat asal, kepercayaan agama, dan keturunan, bukan halangan untuk menikah.
Pasal dalam RUU tersebut jelas ingin mengadopsi Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia pasal 16 yang menyatakan:. "Pria dan wanita yang sudah dewasa, tanpa ada batasan karena ras, kebangsaan dan agama, memiliki hak untuk menikah dan membentuk sebuah keluarga Mereka memiliki . hak yang sama dengan hubungan dengan pernikahan, selama pernikahan dan perceraian "karakteristik mengenai ketentuan pasal 16, Hamka menulis kesimpulan yang sangat tajam:" Oleh karena itu dianggap kafir, fasiq, dan tidak adil, orang-orang Muslim yang meninggalkan hukum syariat Islam adalah nyata jelas maka bergerak. tergantung pada "Hak Asasi Manusia" yang disahkan di Kongres San Francisco, oleh beberapa anggota yang membuat "Hak" itu sendiri karena tidak ada jaminan bahwa agama mereka merangkul.
Perbedaan agama yang ada pernikahan pada saat ini:
Meski sudah dilarang, nikah beda agama masih terus dilakukan. Berbagai cara dilakukan, untuk mendapatkan pengakuan dari Negara. Ada beberapa cara yang populer antar pasangan dikejar untuk pernikahan dapat berlangsung.
1. Sudah menikah menurut agama laki-laki, siang untuk menikah menurut perempuan religius.
2. Salah satu pengantin pria dan wanita menyerah untuk mengikuti pasangan mereka, dan kemudian agama setelah menikah dia kembali ke agamanya
3. Menikah di luar negeri
Untuk pernikahan beda agama yang ada saat ini, mantan Menteri Agama Quraish Shihab kembali berdebat untuk agama masing-masing. Yang jelas dalam jalinan pernikahan antara suami dan istri, pertama harus didasarkan pada persamaan agama dan keyakinan hidup. Namun, dalam kasus pernikahan beda agama, harus ada jaminan iman yang memeluk suami masing-masing dan istri untuk menghormati agama pasangan mereka. "Jadi tidak ada yang cocok memblokir bersama untuk melakukan ibadah agama mereka
Berbeda pendapat yang disajikan di fakultas UI hukum Islam Farida Prihatini. Farida menegaskan bahwa MUI melarang pernikahan beda agama. Pada prinsipnya, bukan hanya agama Islam. "Semua agama tidak mengijinkan pernikahan antar umat-Nya mencari peluang.. Pernikahan dianggap tidak sah, dianggap perkawinan, tidak ada ahli waris, anaknya juga ikut hubungan hukum dengan ibunya Farida jg menilai Pemerintah. Tidak tegas Meskipun UU tidak mengizinkan pernikahan beda agama, tetapi Kantor Catatan Sipil dapat menerima catatan pernikahan beda agama yang dilakukan di luar negeri. Bahkan, Kantor Catatan Sipil merupakan produk negara. Dengan demikian,. perlu dicatat bahwa Syariah adalah sesuai dengan hukum Indonesia. "Hukum tidak valid.
Jika kita melakukan tindakan hukum di luar negeri, sesuai hukum dan undang-undang baru dengan kami sesuai dengan hukum di negara tempat kita berada. Haruskah kantor catatan sipil tidak boleh melakukan perekaman.


Kesimpulan.
Larangan pernikahan antara pengikut agama yang berbeda tampaknya dimotivasi oleh harapan kebahagiaan lahir dalam keluarga. Cara mendidik anak-anak mereka karena pada dasarnya seorang anak akan bingung untuk mengikuti ayah atau ibunya baru. Pernikahan akan prospek langgeng dan damai hidup jika ada kompatibilitas antara suami dan istri, karena membiarkan perbedaan agama saja, perbedaan budaya, atau bahkan perbedaan tingkat pendidikan antara suami dan istri tidak jarang penyebab kegagalan perkawinan. Dan yang terakhir adalah pernikahan antara seorang Muslim untuk non-Muslim diimplementasikan dan tidak dilarang.

Rabu, 27 Februari 2013

MULTI LEVEL MARKETING VERSUS MARKETING SYARI'AH


Akhir-akhhir ini, kita banyak sekali menyaksikan sebuah fenomena maraknya para aktivis dakwah terlibat dalam upaya mengembangkan bisnis secara mandiri sebagai lahan penghidupan mereka. Tentu saja ini adalah sebuah sebuah fenomena yang sangat menarik dan patut kita syukuri, apalagi hal tersebut dikembangkan ditengah-tengah kondisi masyarakat yang tengah terpuruk di segala bidang kehidupan, termasuk ekonomi.

Berbisnis merupakan aktivitas yang sangat dianjurkan dalam ajaran Islam. Bahkan, Rasulullah SAW sendiri pun telah menyatakan bahwa 9 dari 10 pintu rezeki adalah melalui pintu berdagang dengan catatan selama dilakukan dengan benar sesuai dengan tuntutan ajaran Islam. Salah satu pola bisnis yang saat ini marak dilakukan adalah bisnis dengan sistem MLM (Multi Level Marketing). Pada dasarnya, berbisnis dengan metode ini boleh-boleh saja, karena hukum asal Muamalat itu adalah boleh selama tidak ada dalil yang melarangnya. Meski demikian, bukan berarti tidak ada rambu-rambu yang mengaturnya. Namun demikian, hematnya, bahwa pada praktiknya masih sering terdapat berbagai penyimpangan dari aturan syari'ah, sehingga adalah tugas kita bersama untuk meluruskannya. 

MLM merupakan suatu cara penjualan produk yang dilakukakan secara langsung (direct selling) dengan gaya tersendiri, yaitu tanpa melibatkan perdagangan besar ataupun pengecer seperti halnya pada saluran pemasaran konvensional. MLM ini tumbuh dan berkembang pertama kali di Amerika sedangkan di Indonesia baru berkembang sekitar tahun 1985. Perusahaan yang menjual produknya secara MLM di Indonesia seperti Amway, Bestway, Centra Nusa Insan Cemerlang, Tianshi, Klorofil, dan lain sebagainya. 

KONTROVERSI HUKUM MLM

Kontroversi MLM apakah boleh atau tidak dalam bisnis pemasaran produk belakangan ini memang sempat hangat. Tarik menarik antara yang pro plus kalangan yang menjalankan (menjadi agen) dan yang kontra telah mengisis lembaran perbisnisan nasional. Hingga akhirnya muncul suatu bisnis pemasaran baru yaitu syari'ah marketing. Banyak pertanyaan seputar bisnis yang banyak diminati oleh khalayak ramai. Yang secara umum gambarnya adalah mengikuti program piramida dalam sistem pemasaran, dengan setiap anggota harus mencari anggota-anggota baru dan demikian terus selanjutnya. Setiap anggota membayar uang pada perusahaan dengan jumlah tertentu dengan iming-iming dapat bonus, semakin banyak anggota dan semakin banyak memasarkan produknya makan akan semakin banyak bonus yang dijanjikan. 

Sebenarnya kebanyakan anggota MLM ikut bergabung dengan perusahaan tersebut adalah karena adanya iming-iming bonus tersebut dengan harapan agar cepat kaya dengan waktu yang sesingkat mungkin dan bukan karena dia membutuhkan produknya. Hal ini membuat The Islamic Foof and Nutrition of Amerika (IFANCA) misalnya, turun tangan untuk memberikan kepastian akan hukum MLM ini. Menurut edaran yang dikeluarkan tentang produk MLM Halal dan dibenarkan oleh agama yang diteken langsung oleh M. Munir Chaudry, Ph.D (Presiden IFANCA). Dalam edarannya IFANCA mengingatkan ummat Islam untuk meneliti dahulu kehalalan suatu bisnis MLM sbelum bergabung ataupun menggunakannya, Yaitu dengan mengkaji aspek:

1. Marketing Plan-nya, apakah ada unsur skema piramida atau tidak. Kalau ada unsur piramida yaitu distributor yang lebih duluan masuk selalu diuntungkan dengan mengurangi hak distributor belakangan sehingga merugikan down line dibawahnya, maka hukumnya haram.
2. Aapakah perusahaan MLM, memiliki track record positif dan baik. Atau kah tiba-tiba muncul dan misterius, apalagi yang banyak kontroversinya.
3. Apakah produknya mengandung zat-zat harama ataukah tidak, dan apakah produknya memiliki jaminan untuk dikembalikan atau tidak. 
4. Apabila perusahaan lebih menekankan aspek targeting penghimpunan dana dan menganggap bahwa produk tidak penting atau hanya sebagai kedok, apalagi uang pendaftarannya cukup besar nilainya, maka patut dicurigai dengan arisan berantai (money game) yang menyerupai judi. 
5. Apakah perusahaan MLM menjanjikan kaya mendadak tanpa bekerja ataukah tidak demikian. 


Marketing Syariah nya belum dibahas, 
to be continued