Selasa, 04 Juni 2013

Optimalisasi peran bank syariah dalam pembiayaan proyek pemerintah

PERAN BANK ISLAM SEBAGAI SOLUSI DALAM MENINGKATKAN KINERJA PEMERINTAH
Diajukan Untuk Paper Forum Riset Perbankan Syari’ah
26-27 Juni 2013
Di Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin




ARY SUGMA PRATAMA
INTERNATIONAL PROGRAM for ISLAMIC ECONOMICS AND FINANCE

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Penelitian
            Keberadaan Perbankan Syari’ah pada saat ini umunya telah dirasakan oleh sebahagian besar ummat di Indonesia. Pada dasarnya praktek ekonomi yang masih terjadi hingga saat ini baik pada praktisi maupun akademisi masih lebih banyak menggunakan konsep ekonomi sekuler. Ekonomi sekuler memang sudah ada pada ratusan tahun yang lalu dan sampai sekarang masih digunakan sebagai pusat kegiatan ekonomi Dunia dan bukan hanya digunakan oleh ummat non-Islam, bahkan ummat Islam sendiri masih banyak melakukan hal tersebut sebagai kegiatan ekonomi sehari-hari. Salah satu teori ekonomi sekuler yang paling terkenal adalah Adam Smith yang mengacu terhadap karakter individualis, berarti jika karekter tersebut diadopsi oleh penggerak utama perekonomian negara dan pemerintah, maka nilai-nilai sosial bisa semakin hilang.
Sistem kapitalis yang dilakukan oleh Adam Smith sebenarnya memiliki beberapa dampak negatif, seperti lebih menuju terhadap kekuatan yang tidak terkendali dan sistem pereknomian terhadap negara tersebut tertumpu pada beberapa investor asing saja dan terbentuk sistem perbedaan antara yang hidupnya layak (kaya) dan hidupnya tidak layak (miskin). Teori Islam dalam pelaksanaan ekonomi termasuk pada ekonomi syari’ah juga sudah lama tidak diterapkan karena beberapa praktisi menganggap bahwa penggunaan aplikasi ekonomi Islam tidak modern sesuai dengan keadaan kontekstual sekarang. Padahal jika melihat kepada sejarah bahwa larangan riba dan pembayaran zakat dalam Islam telah memberikan pengaruh yang besar terhadapa perkembangan teori uang dan keuangan pada suatu negara.
Bahkan teori ekonomi Islam lebih besar pengaruhnya terhadap keuangan dunia pada umumnya, karena setiap individu diberikan kebebasan terhadap apa yang mereka ingin lakukan selagi masih berpedoman terhadap ajaran dan tidak menyalahi dari syari’at Islam sesungguhnya. Perbankan Syari’ah merupakan salah satu lembaga dari sekian banyak lembaga keuangan yang memiliki dampak positif terhadap masyarakat dan menambah nilai potensi perekonomian dunia pada umumnya dan tidak terkecuali bagi Indonesia. Jika melihat dari sejarah perkembangan bank syari’ah di Indonesia memang masih tergolong sangat baru di industri perbankan. Perbankan syari’ah di Indonesia pertama terbentuk pada 1 Mei 1992 yang dipelopori oleh Bank Muamalat Indonesia dengan dana Rp 106.126.382.000.
Setelah beroperasi selama beberapa tahun, dampak yang ditimbulkan oleh masyarakat Indonesia terhadap BMI tidak terlalu besar, karena masih kurangnya perhatian yang diberikan oleh pemerintah atas terbentuknya perbankan tersebut. Sementara masyarakat juga masih banyak yang menabung dan lebih percaya terhadap bank umum karena mudahnya transaksi yang dilakukan, nilai suku bunga setiap bulan yang selalu tinggi, dan batas maksimal transaksi per-hari yang sangat tinggi. Sedangkan apabila masyarakat menabung uang di perbankan syari’ah tidak mendapatkan suku bunga, karena sistem perbankan syari’ah melarang akan transaksi tersebut. Batas maksimal per-hari untuk transaksi pada bank syari’ah sangat terbatas, sementara masyarakat ingin terus bertransaksi kapanpun tanpa ada batasan. Setelah beberapa tahun perbankan syari’ah beroperasi di Indonesia, ternyata pemerintah memberikan respon positif sehingga pada tahun 1998 pemerintah secara serius memberikan Undang-undang resmi terhadap sistem operasional secara keseluruhan terhadap perbankan syari’ah. Tentunya hal ini mendapat banyak respon dari berbagai pihak seperti praktisi perbankan, ulama di Indonesia, serta masyarakat. Perbankan syari’ah pada dasarnya sudah dilaksanakan sejak zaman Rasulullah Muhammad S.A.W terhadap kaum Muslimin dan kepada para sahabatnya dalam kehidupan sehari-hari.

Rasulullah juga mendapat gelar Al-amin yaitu dipercaya oleh masyarakat di Mekkah, karena beliau melakukan berbagai transaksi seperti menerima titipan harta yang dilakukan oleh sahabat beliau Zubair bin Al-Awwam R.A. Dalam konsep penitipan ini, harta yang dititipkan dari sahabat kepada beliau tidak diperkenankan untuk digunakan hartanya. Dalam kisah lainnya juga pernah sahabat beliau Abdullah bin Zubair R.A mengirimkan uang kepada adiknya Mis’ab bin Zubair R.A yang berada di Irak, inilah cikal bakal transfer. Jika melihat dari sejarah Islam, transaksi perbankan syari’ah sudah terjadi pada masa pemerintahan Rasulullah S.A.W. Akan tetapi, karena perubahan dan perkembangan zaman, perbankan syari’ah sempat menghilang karena timbul praktisi perbankan dalam bidangnya pada perbankan konvensional. Perbankan konvensional adalah buah dari pemikiran ekonomi barat seperti Adam Smith (1723-1790), John Keynes (1883-1946), David Richardo (1772-1823) dan sebagainya.
Dengan beberapa teori dan ide dari mereka (Bapak Ekonomi Dunia), bisa kita bandingkan bahwa perbankan syari’ah menjadi sebuah solusi terbaik dalam mengatasi masalah-masalah ekonomi yang terjadi di dunia. Seperti Krisis perbankan yang terjadi di Amerika Serikat, sehingga Indonesia dan beberapa negara Asia terkena dampaknya pada tahun 1997-1998. Akan tetapi perbankan syari’ah pada saat terjadinya krisis tidak terkena dampak yang signifikan seperti yang terjadi pada perbankan konvensional lainnya. Sampai saat ini, tingkat kepercayaan tehadap masyarakat di Indonesia terhadapa perbankan syari’ah masih sangat rendah. Jika dilihat dari data statistik dalam jumlah masyarakat Indonesia yang mencapai 250 juta lebih, tingkat perkembangan perbankan syari’ah di Indonesia hanya mencapai 5-6 %. Berarti dari data statistik yang ada bahwa tingkat kepercayaan masyarakat Indonesia terhadap bank syari’ah masih sangat rendah dan jauh dari harapan. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap perbankan syari’ah yang ada di Indonesia.
Seperti masih minimnya perhatian pemerintah terhadap perbankan syariah, oleh sebab itu perbankan juga belum bisa memberikan promosi dan ekspansi mengenai produk mereka yang tersedia kepada masyarakat Indonesia. Apalagi ekspansi kebeberapa daerah yang terpencil sebab Indonesia memiliki banyak pulau-pulau kecil yang tidak bisa dijangkau dengan darat. Oleh karena itu tingkat pertumbuhan perbankan syari’ah di Indonesia masih sangat kecil. Pada saat sekarang juga perbankan konvensional pada umumnya sudah banyak yang berekspansi dan melihat potensi besar yang ada pada perbankan syari’ah. Keberadaan perbankan Syari’ah dalam sistem perbankan Indonesia sebenarnya telah dikembangkan semenjak tahun 1992, menyusul dengan diberlakukkannya Undang-undang perbankan no. 7 tahun 1992.
Kemudian juga ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah tahun 1992 tentang istilah terhadap Bank berdasarkan prinsip bagi hasil sebagai dasar operasionalnya. Penyebab dalam perkembangan lembaga keuangan syari’ah di Indonesia tidak begitu gencar dibandingkan dengan perkembangan lembaga keuangan umum lainnya karena melihat dari pandangan bahwa berbisnis dengan menggunakan jasa pada perbankan konvensional lebih memberikan keuntungan yang besar, karena bunga yang diberikan juga tinggi, walaupun dalam hal tersebut menggunakan unsur riba. Terkadang bank syari’ah tidak memiliki daya saing yang kuat saat berhadapan dengan bank konvensional. Dalam pandangan yang lain juga masih banyak masyarakat berpendapat bahwa sistem yang diadopsi oleh perbankan syari’ah masih jauh dari penetapan unsur Islami yang nyata secara murni. Padahal dalam konteks yang nyata, perbankan syari’ah sudah menganut unsur murni secara Islami jika masyarakat melihat secara detail dengan sistem yang dilaksanakan, seperti profit loss sharing.


Jika dalam perbankan konvensional terdapat suatu hal yang membuat nasabah rugi dan bangkrut dalam menjalankan usaha/ bisnisnya, maka dalam hal tersebut kerugian yang disebabkan oleh nasabah atau pihak ketiga tidak akan ditanggung oleh bank sebagai penjamin dana. Sebaliknya jika dalam perbankan syari’ah terdapat suatu hal yang membuat nasabahnya bangkrut, maka kerugian yang disebabkan oleh nasabah akan ditanggung secara adil dan sesuai dengan kesepakatan kedua pihak bahwa keuntungan dan kerugian yang ada akan dibagi secara merata tanpa terdapat pihak yang merasa dirugikan sepenuhnya.











B. Rumusan Masalah
            Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalahnya adalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana pengaruh perbankan syari’ah yang semakin pesat terhadap tingkat kepercayaan masyarakat untuk menabung di bank Islam?

C. Batasan Masalah
      Dari uraian latar belakang diatas, peneliti melakukan pembatasan masalah dengan tujuan pembahasan selanjutnya tidak mengalami perluasan. Adapun batasan masalah tersebut adalah:
1.      Penelitian ini hanya dilakukan pada Bank Muamalat Indonesia

D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian diatas adalah:
1.      Memberikan pengetahuan dan pemahaman bagi peneliti tentang sistem yang terdapat pada bank syari’ah, pengaruh terhadap masyarakat dan prospek kedepannya yang masih dilaksanakan oleh bank syari’ah.
2.      Memberikan masukan berupa informasi dan juga saran terhadap pihak-pihak praktisi yang berkompeten pada perbankan syari’ah, dan masyarakat umum dalam hal sistem yang dilakukan oleh perbankan syari’ah sehingga masyarakat semakin banyak menabung di bank syari’ah.

E. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
a.       Mengetahui apakah tingkat bagi hasil pada perbankan syari’ah berpengaruh terhadap nilai aset yang ada.















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.    Landasan Teori
1.      Pengertian Bank
Sejarah pada awal munculnya perbankan bermula pada bentuknya sebagai usaha tukar-menukar uang dan seterusnya berkembang untuk menerima simpanan dan juga memberikan pinjaman pada nasabahnya, perantara dalam pembayaran hingga pada tahap sekarang yaitu menciptakan uang.
Dalam menyampaikan pengertian bank, terdapat dua pandangan. Secara bahasa (etimologi) dan istilah (terminologi). Secara bahasa, pengetian bank berasal dari bahasa Itali yakni banco yang berarti meja. Hal ini disebabkan bahwa kinerja bank pada umumnya berada diatas meja. Banco disempurnakan dengan bahasa Indonesia menjadi bank yang berarti badan usaha pada bidang keuangan yang berfungsi menarik dan mengeluarkan uang dalam lingkup masyarakat, dan yang lebih utama memberikan kredit jasa pada peredaran dan pembayaran uang.
Dalam pandangan Islam, perbankan syari’ah atau bank Islam adalah bank yang beroperasi secara luas dan tidak bergantung terhadap sistem bunga bank sehingga dapat terhindar dari gejolak moneter yang dapat membuat bangkrut kapanpun. Sementara pada pengertian lain bahwa perbankan syari’ah yaitu lembaga keuangan yang operasional dan produknya dikembangkan berdasarkan syari’at Islam yaitu Al-Qur’an dan Hadits Nabi S.A.W dan juga menggunakan kaedah-kaedah Fiqih berdasarkan tujuan dan kaedah-kaedah yang jelas, serta pengalokasi investasi dan sumber dana yang dikelola juga berdasarkan asas syari’at Islam.


Secara umum bank syari’ah memiliki tujuan utama agar mendorong dan mempercepat kemajuan ekonomi suatu bangsa dan masyarakat dengan melakukan aktifitas perbankan, komersil, dan investasi sesuai landasan hukum dan ketentuan dari beberapa sumber diatas.
B.     TUJUAN BANK ISLAM
Perkembangan ekonomi dalam suatu negara tidak terlepas dari perkembangan yang ada dari sektor perbankan dari negara yang bersangkutan. Karena jika perbankan dalam suatu negara tersebut maju berarti sumber pendanaan yang berjalan pada pembangunan jangka panjang (long term) cenderung stabil. Perbankan selalu mendukung terhadap kegiatan perekonomian melalui pembiayaan usaha yang dilakukan kepada masyarakat untuk dapat berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi nasional seperti kegiatan yang sangat besar perkembangannya sekarang disektor pembiayaan kecil pada lembaga keuangan mikro syari’ah. Oleh sebab itu bisa dikatakan bahwa perbankan memiliki peran yang sangat penting bagi perkembangan perekonomian suatu negara. Secara umum, bank memiliki tujuan untuk menyimpan dan menyalurkan uang, mencetak uang, sebagai pengumpul dana, penyaluran kredit baik jangka panjang maupun pendek, sebagai stabilitas moneter dan dinamisator pertumbuhan perekonomian. Sedangkan tujuan Bank Islam untuk melaksanakan kegiatan perbankan berdasarkan hukum yang telah ditetapkan oleh Al-Qur’an dan Hadits. Perbankan Islam juga bertujuan untuk membuat sejahtera kalangan masyarakat tanpa melihat agama dan bangsa, agar tetap berada dalam rotasi ketentuan norma yang ada terhadap ketentuan agama.


Dapat menjadi titik tumpu untuk mengurangi kesenjangan social dan meningkatkan kualitas dan kehidupan masyarakat khususnya dari kalangan menengah kebawah. Partisipasi masyarakat untuk perkembangan perbankan islam juga sangat dibutuhkan, sebab sebagian besar ummat masih enggan berhubungan dengan bank konvensional karena adanya anggapan bahwa bunga bank adalah riba. Oleh sebab itu kegiatan dan keikutsertaan masyarakat dalam mengenal lebih dekat tentang perbankan islam sangat dianjurkan.
C.    PRINSIP BANK ISLAM
Bila dalam perbankan umum konsep yang digunakan adalah bunga, berbeda dengan bank islam. Konsep yang digunakan untuk bertransaksi dalam perbankan islam adalah keuntungan dan kerugian dibagi sama rata tanpa membedakan kesalahan dari pihak manapun. Dalam hal kedudukan, pada bank umum nasabah sebagai debitur dan kreditur, sangat berbeda jika melihat pada perbankan islam bahwa nasabah sebagai mitra investor dan pedagang/ pengusaha.
1.      Prinsip Keadilan
Bank umum dengan system bunga memandang dan memberlakukan bahwa kekayaan yang dimiliki peminjam menjadi jaminan atas apa yang telah dia pinjam. Apabila terdapat kerugian pada rencana yang didanai dan dijalankan, maka kekayaan peminjam modal akan disita menjadi hak milik pemodal (bank). Sementara dalam bank islam bahwa kelayakan usaha ataupun proyek yang akan didanai itu menjadi jaminannya, sementara keuntungan dan kerugian yang disebabkan dari luar dugaan ditanggung secara bersama antara pihak pertama (peminjam) dan pihak kedua (pemberi pinjaman).


2.      Prinsip Merata
Bank Islam menempatkan nasabah penyimpan dana sebagai pengguna dana, maupun Bank dalam kedudukan yang sama derajatnya. Hal itu terlihat dari pada hak, kewajiban, resiko, dan keuntungan yang berimbang antara nasabah penyimpan dana maupun Bank. Dengan prinsip yang dibangun atas dasar sharing the profit and risk bahwa hal tersebut mensyaratkan adanya kemitraan secara bersama-sama.
3.      Prinsip Ketentraman
Tujuan dan aktifitas ekonomi dalam perspektif Islam harus dihubungkan dengan tujuan akhir yaitu pencapaian falah. Prinsip ini menggabungkan prinsip ekonomi dengan nilai moral secara langsung.
Menurut Dixon (1992) beberapa karakteristik diatas merupakan pembeda utama antara bank Islam dengan bank umum. Hal ini dapat diambil kesimpulan sebagai inti dari pernyataan Dixon berikut ini (Al-Mutawiifin, 2003:25):
the basic difference between Islamic and Western banks is that the former operate on an equity-based system in which a predetermined rate of return is not guaranteed, whilst in the latter case the system is based on interest financing. This fundamental difference stems from the Sharia’s prohibiton of riba (usury or interest) and gharar (uncertainty, risk or speculation).
Dengan mengetahui dan memahami karakteristik tersebut, maka kehadiran bank-bank Syari’ah diharapkan dapat melakukan proses transformasi (merubah) kehidupan social ekonomi masyarakat kearah kehidupan yang lebih baik, menjadi seimbang antara kebutuhan material dan spiritual, sehingga melahirkan ketentraman lahir dan bathin.



REFERENSI
Antonio, Muhammad Syafii. 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani.

Arifin Zainul. 2003. Dasar Dasar Manajemen Bank Syariah. Jakarta: AlvaBet.

Saeed, Abdullah. 2003. Bank Islam dan Bunga. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.

Sudarsono, Heri. 2008. Bank dan Lembaga Keungan Syariah Deskripsi dan Ilustrasi.Yogyakarta: EKONISIA.

Muhammad. 2007. Lembaga Keuangan Syariah. Yogyakarta: Graha Ilmu

Iska, Syukri. Sistem Perbankan Syari’ah di Indonesia. Yogyakarta: Fajar Media Press

Al-Mishri, Abdul Sami. 2006. Pilar-pilar Ekonomi Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar