PERAN BANK ISLAM SEBAGAI
SOLUSI DALAM MENINGKATKAN KINERJA PEMERINTAH
Diajukan Untuk Paper
Forum Riset Perbankan Syari’ah
26-27 Juni 2013
Di Universitas Lambung
Mangkurat Banjarmasin
ARY SUGMA PRATAMA
INTERNATIONAL PROGRAM
for ISLAMIC ECONOMICS AND FINANCE
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Penelitian
Keberadaan
Perbankan Syari’ah pada saat ini umunya telah dirasakan oleh sebahagian besar
ummat di Indonesia. Pada dasarnya praktek ekonomi yang masih terjadi hingga
saat ini baik pada praktisi maupun akademisi masih lebih banyak menggunakan
konsep ekonomi sekuler. Ekonomi sekuler memang sudah ada pada ratusan tahun
yang lalu dan sampai sekarang masih digunakan sebagai pusat kegiatan ekonomi
Dunia dan bukan hanya digunakan oleh ummat non-Islam, bahkan ummat Islam
sendiri masih banyak melakukan hal tersebut sebagai kegiatan ekonomi
sehari-hari. Salah satu teori ekonomi sekuler yang paling terkenal adalah Adam
Smith yang mengacu terhadap karakter individualis, berarti jika karekter
tersebut diadopsi oleh penggerak utama perekonomian negara dan pemerintah, maka
nilai-nilai sosial bisa semakin hilang.
Sistem kapitalis yang dilakukan oleh Adam Smith sebenarnya
memiliki beberapa dampak negatif, seperti lebih menuju terhadap kekuatan yang
tidak terkendali dan sistem pereknomian terhadap negara tersebut tertumpu pada
beberapa investor asing saja dan terbentuk sistem perbedaan antara yang
hidupnya layak (kaya) dan hidupnya tidak layak (miskin). Teori Islam dalam
pelaksanaan ekonomi termasuk pada ekonomi syari’ah juga sudah lama tidak
diterapkan karena beberapa praktisi menganggap bahwa penggunaan aplikasi
ekonomi Islam tidak modern sesuai dengan keadaan kontekstual sekarang. Padahal
jika melihat kepada sejarah bahwa larangan riba dan pembayaran zakat dalam Islam
telah memberikan pengaruh yang besar terhadapa perkembangan teori uang dan
keuangan pada suatu negara.
Bahkan teori ekonomi Islam lebih besar pengaruhnya terhadap
keuangan dunia pada umumnya, karena setiap individu diberikan kebebasan
terhadap apa yang mereka ingin lakukan selagi masih berpedoman terhadap ajaran
dan tidak menyalahi dari syari’at Islam sesungguhnya. Perbankan Syari’ah
merupakan salah satu lembaga dari sekian banyak lembaga keuangan yang memiliki
dampak positif terhadap masyarakat dan menambah nilai potensi perekonomian
dunia pada umumnya dan tidak terkecuali bagi Indonesia. Jika melihat dari
sejarah perkembangan bank syari’ah di Indonesia memang masih tergolong sangat
baru di industri perbankan. Perbankan syari’ah di Indonesia pertama terbentuk
pada 1 Mei 1992 yang dipelopori oleh Bank Muamalat Indonesia dengan dana Rp 106.126.382.000.
Setelah beroperasi selama beberapa tahun, dampak
yang ditimbulkan oleh masyarakat Indonesia terhadap BMI tidak terlalu besar,
karena masih kurangnya perhatian yang diberikan oleh pemerintah atas
terbentuknya perbankan tersebut. Sementara masyarakat juga masih banyak yang menabung
dan lebih percaya terhadap bank umum karena mudahnya transaksi yang dilakukan,
nilai suku bunga setiap bulan yang selalu tinggi, dan batas maksimal transaksi
per-hari yang sangat tinggi. Sedangkan apabila masyarakat menabung uang di
perbankan syari’ah tidak mendapatkan suku bunga, karena sistem perbankan
syari’ah melarang akan transaksi tersebut. Batas maksimal per-hari untuk
transaksi pada bank syari’ah sangat terbatas, sementara masyarakat ingin terus
bertransaksi kapanpun tanpa ada batasan. Setelah beberapa tahun perbankan
syari’ah beroperasi di Indonesia, ternyata pemerintah memberikan respon positif
sehingga pada tahun 1998 pemerintah secara serius memberikan Undang-undang
resmi terhadap sistem operasional secara keseluruhan terhadap perbankan syari’ah.
Tentunya hal ini mendapat banyak respon dari berbagai pihak seperti praktisi
perbankan, ulama di Indonesia, serta masyarakat. Perbankan syari’ah pada
dasarnya sudah dilaksanakan sejak zaman Rasulullah Muhammad S.A.W terhadap kaum
Muslimin dan kepada para sahabatnya dalam kehidupan sehari-hari.
Rasulullah juga mendapat gelar Al-amin yaitu
dipercaya oleh masyarakat di Mekkah, karena beliau melakukan berbagai transaksi
seperti menerima titipan harta yang dilakukan oleh sahabat beliau Zubair bin
Al-Awwam R.A. Dalam konsep penitipan ini, harta yang dititipkan dari sahabat
kepada beliau tidak diperkenankan untuk digunakan hartanya. Dalam kisah lainnya
juga pernah sahabat beliau Abdullah bin Zubair R.A mengirimkan uang kepada
adiknya Mis’ab bin Zubair R.A yang berada di Irak, inilah cikal bakal transfer.
Jika melihat dari sejarah Islam, transaksi perbankan syari’ah sudah terjadi
pada masa pemerintahan Rasulullah S.A.W. Akan tetapi, karena perubahan dan
perkembangan zaman, perbankan syari’ah sempat menghilang karena timbul praktisi
perbankan dalam bidangnya pada perbankan konvensional. Perbankan konvensional
adalah buah dari pemikiran ekonomi barat seperti Adam Smith (1723-1790), John Keynes (1883-1946),
David Richardo (1772-1823) dan sebagainya.
Dengan beberapa teori dan ide dari mereka (Bapak
Ekonomi Dunia), bisa kita bandingkan bahwa perbankan syari’ah menjadi sebuah
solusi terbaik dalam mengatasi masalah-masalah ekonomi yang terjadi di dunia.
Seperti Krisis perbankan yang terjadi di Amerika Serikat, sehingga Indonesia
dan beberapa negara Asia terkena dampaknya pada tahun 1997-1998. Akan tetapi
perbankan syari’ah pada saat terjadinya krisis tidak terkena dampak yang
signifikan seperti yang terjadi pada perbankan konvensional lainnya. Sampai
saat ini, tingkat kepercayaan tehadap masyarakat di Indonesia terhadapa
perbankan syari’ah masih sangat rendah. Jika dilihat dari data statistik dalam
jumlah masyarakat Indonesia yang mencapai 250 juta lebih, tingkat perkembangan
perbankan syari’ah di Indonesia hanya mencapai 5-6 %. Berarti dari data
statistik yang ada bahwa tingkat kepercayaan masyarakat Indonesia terhadap bank
syari’ah masih sangat rendah dan jauh dari harapan. Terdapat beberapa faktor
yang menyebabkan rendahnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap perbankan
syari’ah yang ada di Indonesia.
Seperti masih minimnya perhatian pemerintah
terhadap perbankan syariah, oleh sebab itu perbankan juga belum bisa memberikan
promosi dan ekspansi mengenai produk mereka yang tersedia kepada masyarakat
Indonesia. Apalagi ekspansi kebeberapa daerah yang terpencil sebab Indonesia
memiliki banyak pulau-pulau kecil yang tidak bisa dijangkau dengan darat. Oleh
karena itu tingkat pertumbuhan perbankan syari’ah di Indonesia masih sangat
kecil. Pada saat sekarang juga perbankan konvensional pada umumnya sudah banyak
yang berekspansi dan melihat potensi besar yang ada pada perbankan syari’ah. Keberadaan
perbankan Syari’ah dalam sistem perbankan Indonesia sebenarnya telah dikembangkan
semenjak tahun 1992, menyusul dengan diberlakukkannya Undang-undang perbankan
no. 7 tahun 1992.
Kemudian juga ditetapkan oleh Peraturan
Pemerintah tahun 1992 tentang istilah terhadap Bank berdasarkan prinsip bagi
hasil sebagai dasar operasionalnya. Penyebab dalam perkembangan lembaga
keuangan syari’ah di Indonesia tidak begitu gencar dibandingkan dengan
perkembangan lembaga keuangan umum lainnya karena melihat dari pandangan bahwa berbisnis
dengan menggunakan jasa pada perbankan konvensional lebih memberikan keuntungan
yang besar, karena bunga yang diberikan juga tinggi, walaupun dalam hal
tersebut menggunakan unsur riba. Terkadang bank syari’ah tidak memiliki daya
saing yang kuat saat berhadapan dengan bank konvensional. Dalam pandangan yang
lain juga masih banyak masyarakat berpendapat bahwa sistem yang diadopsi oleh
perbankan syari’ah masih jauh dari penetapan unsur Islami yang nyata secara
murni. Padahal dalam konteks yang nyata, perbankan syari’ah sudah menganut
unsur murni secara Islami jika masyarakat melihat secara detail dengan sistem
yang dilaksanakan, seperti profit loss sharing.
Jika dalam perbankan konvensional terdapat suatu
hal yang membuat nasabah rugi dan bangkrut dalam menjalankan usaha/ bisnisnya,
maka dalam hal tersebut kerugian yang disebabkan oleh nasabah atau pihak ketiga
tidak akan ditanggung oleh bank sebagai penjamin dana. Sebaliknya jika dalam
perbankan syari’ah terdapat suatu hal yang membuat nasabahnya bangkrut, maka
kerugian yang disebabkan oleh nasabah akan ditanggung secara adil dan sesuai
dengan kesepakatan kedua pihak bahwa keuntungan dan kerugian yang ada akan
dibagi secara merata tanpa terdapat pihak yang merasa dirugikan sepenuhnya.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalahnya adalah sebagai berikut:
1.
Bagaimana
pengaruh perbankan syari’ah yang semakin pesat terhadap tingkat kepercayaan
masyarakat untuk menabung di bank Islam?
C. Batasan Masalah
Dari uraian latar
belakang diatas, peneliti melakukan pembatasan masalah dengan tujuan pembahasan
selanjutnya tidak mengalami perluasan. Adapun batasan masalah tersebut adalah:
1.
Penelitian
ini hanya dilakukan pada Bank Muamalat Indonesia
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian diatas adalah:
1.
Memberikan
pengetahuan dan pemahaman bagi peneliti tentang sistem yang terdapat pada bank
syari’ah, pengaruh terhadap masyarakat dan prospek kedepannya yang masih
dilaksanakan oleh bank syari’ah.
2.
Memberikan
masukan berupa informasi dan juga saran terhadap pihak-pihak praktisi yang
berkompeten pada perbankan syari’ah, dan masyarakat umum dalam hal sistem yang
dilakukan oleh perbankan syari’ah sehingga masyarakat semakin banyak menabung
di bank syari’ah.
E. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
a.
Mengetahui
apakah tingkat bagi hasil pada perbankan syari’ah berpengaruh terhadap nilai
aset yang ada.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan
Teori
1.
Pengertian
Bank
Sejarah pada awal munculnya perbankan bermula pada bentuknya
sebagai usaha tukar-menukar uang dan seterusnya berkembang untuk menerima
simpanan dan juga memberikan pinjaman pada nasabahnya, perantara dalam
pembayaran hingga pada tahap sekarang yaitu menciptakan uang.
Dalam menyampaikan pengertian bank, terdapat dua pandangan. Secara
bahasa (etimologi) dan istilah (terminologi). Secara bahasa, pengetian bank berasal
dari bahasa Itali yakni banco yang berarti meja. Hal ini disebabkan bahwa
kinerja bank pada umumnya berada diatas meja. Banco disempurnakan dengan bahasa
Indonesia menjadi bank yang berarti badan usaha pada bidang keuangan yang
berfungsi menarik dan mengeluarkan uang dalam lingkup masyarakat, dan yang
lebih utama memberikan kredit jasa pada peredaran dan pembayaran uang.
Dalam pandangan Islam, perbankan syari’ah atau bank Islam adalah
bank yang beroperasi secara luas dan tidak bergantung terhadap sistem bunga
bank sehingga dapat terhindar dari gejolak moneter yang dapat membuat bangkrut
kapanpun. Sementara pada pengertian lain bahwa perbankan syari’ah yaitu lembaga
keuangan yang operasional dan produknya dikembangkan berdasarkan syari’at Islam
yaitu Al-Qur’an dan Hadits Nabi S.A.W dan juga menggunakan kaedah-kaedah Fiqih
berdasarkan tujuan dan kaedah-kaedah yang jelas, serta pengalokasi investasi
dan sumber dana yang dikelola juga berdasarkan asas syari’at Islam.
Secara umum bank syari’ah memiliki tujuan utama agar mendorong dan
mempercepat kemajuan ekonomi suatu bangsa dan masyarakat dengan melakukan
aktifitas perbankan, komersil, dan investasi sesuai landasan hukum dan
ketentuan dari beberapa sumber diatas.
B. TUJUAN
BANK ISLAM
Perkembangan
ekonomi dalam suatu negara tidak terlepas dari perkembangan yang ada dari sektor
perbankan dari negara yang bersangkutan. Karena jika perbankan dalam suatu
negara tersebut maju berarti sumber pendanaan yang berjalan pada pembangunan
jangka panjang (long term) cenderung stabil. Perbankan selalu mendukung terhadap
kegiatan perekonomian melalui pembiayaan usaha yang dilakukan kepada masyarakat
untuk dapat berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi nasional seperti kegiatan
yang sangat besar perkembangannya sekarang disektor pembiayaan kecil pada
lembaga keuangan mikro syari’ah. Oleh sebab itu bisa dikatakan bahwa perbankan
memiliki peran yang sangat penting bagi perkembangan perekonomian suatu negara.
Secara umum, bank memiliki tujuan untuk menyimpan dan menyalurkan uang, mencetak
uang, sebagai pengumpul dana, penyaluran kredit baik jangka panjang maupun
pendek, sebagai stabilitas moneter dan dinamisator pertumbuhan perekonomian.
Sedangkan tujuan Bank Islam untuk melaksanakan kegiatan perbankan berdasarkan hukum
yang telah ditetapkan oleh Al-Qur’an dan Hadits. Perbankan Islam juga bertujuan
untuk membuat sejahtera kalangan masyarakat tanpa melihat agama dan bangsa,
agar tetap berada dalam rotasi ketentuan norma yang ada terhadap ketentuan
agama.
Dapat menjadi
titik tumpu untuk mengurangi kesenjangan social dan meningkatkan kualitas dan
kehidupan masyarakat khususnya dari kalangan menengah kebawah. Partisipasi
masyarakat untuk perkembangan perbankan islam juga sangat dibutuhkan, sebab
sebagian besar ummat masih enggan berhubungan dengan bank konvensional karena
adanya anggapan bahwa bunga bank adalah riba. Oleh sebab itu kegiatan dan
keikutsertaan masyarakat dalam mengenal lebih dekat tentang perbankan islam
sangat dianjurkan.
C. PRINSIP
BANK ISLAM
Bila dalam
perbankan umum konsep yang digunakan adalah bunga, berbeda dengan bank islam.
Konsep yang digunakan untuk bertransaksi dalam perbankan islam adalah
keuntungan dan kerugian dibagi sama rata tanpa membedakan kesalahan dari pihak
manapun. Dalam hal kedudukan, pada bank umum nasabah sebagai debitur dan
kreditur, sangat berbeda jika melihat pada perbankan islam bahwa nasabah
sebagai mitra investor dan pedagang/ pengusaha.
1. Prinsip
Keadilan
Bank umum dengan
system bunga memandang dan memberlakukan bahwa kekayaan yang dimiliki peminjam
menjadi jaminan atas apa yang telah dia pinjam. Apabila terdapat kerugian pada
rencana yang didanai dan dijalankan, maka kekayaan peminjam modal akan disita
menjadi hak milik pemodal (bank). Sementara dalam bank islam bahwa kelayakan
usaha ataupun proyek yang akan didanai itu menjadi jaminannya, sementara
keuntungan dan kerugian yang disebabkan dari luar dugaan ditanggung secara
bersama antara pihak pertama (peminjam) dan pihak kedua (pemberi pinjaman).
2. Prinsip
Merata
Bank Islam
menempatkan nasabah penyimpan dana sebagai pengguna dana, maupun Bank dalam
kedudukan yang sama derajatnya. Hal itu terlihat dari pada hak, kewajiban,
resiko, dan keuntungan yang berimbang antara nasabah penyimpan dana maupun
Bank. Dengan prinsip yang dibangun atas dasar sharing the profit and risk bahwa hal tersebut mensyaratkan adanya
kemitraan secara bersama-sama.
3. Prinsip
Ketentraman
Tujuan dan
aktifitas ekonomi dalam perspektif Islam harus dihubungkan dengan tujuan akhir
yaitu pencapaian falah. Prinsip ini menggabungkan prinsip ekonomi dengan nilai
moral secara langsung.
Menurut Dixon
(1992) beberapa karakteristik diatas merupakan pembeda utama antara bank Islam
dengan bank umum. Hal ini dapat diambil kesimpulan sebagai inti dari pernyataan
Dixon berikut ini (Al-Mutawiifin, 2003:25):
the basic difference between Islamic and Western banks
is that the former operate on an equity-based system in which a predetermined rate
of return is not guaranteed, whilst in the latter case the system is based on
interest financing. This fundamental difference stems from the Sharia’s
prohibiton of riba (usury or interest) and gharar (uncertainty, risk or
speculation).
Dengan
mengetahui dan memahami karakteristik tersebut, maka kehadiran bank-bank Syari’ah
diharapkan dapat melakukan proses transformasi (merubah) kehidupan social ekonomi
masyarakat kearah kehidupan yang lebih baik, menjadi seimbang antara kebutuhan
material dan spiritual, sehingga melahirkan ketentraman lahir dan bathin.
REFERENSI
Antonio,
Muhammad Syafii. 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema
Insani.
Arifin
Zainul. 2003. Dasar Dasar Manajemen Bank Syariah. Jakarta: AlvaBet.
Saeed,
Abdullah. 2003. Bank Islam dan Bunga. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.
Sudarsono,
Heri. 2008. Bank dan Lembaga Keungan Syariah Deskripsi dan
Ilustrasi.Yogyakarta: EKONISIA.
Muhammad. 2007.
Lembaga Keuangan Syariah. Yogyakarta: Graha Ilmu
Iska,
Syukri. Sistem Perbankan Syari’ah di Indonesia. Yogyakarta: Fajar Media Press
Al-Mishri,
Abdul Sami. 2006. Pilar-pilar Ekonomi Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar